Breaking News

Dari Gedung Dewan Berujung ke Pelaminan


Jodoh di tangan Tuhan itu memang benar adanya. Saya sendiri merasakan rahasia Illahi itu. Kalau saya tahu akan berjodoh dengan seorang wanita kelahiran Brebes, Jawa Tengah saya tidak akan lama - lama merantau di Banten. Mending tinggal di kampung karena saya sendiri kelahiran Brebes. 

"Ngapain saya merantau jauh - jauh ke Banten kalau ternyata jodoh saya orang Brebes juga," fikir saya begitu.

Tapi itulah jodoh memang rahasia Illahi, saya dan istri tidak pernah tahu akan berjodoh dan pertemuan bermula di gedung parlemen DPRD Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. 

Ketika itu kami berdua masih mahasiswa dan sesama aktivis kampus. Bedanya istri kuliah di Solo, Jawa Tengah, tepatnya di UNS Fakultas MIPA Jurusan Fisika, sementara saya di Universitas Mercu Buana Jakarta, Fakultas Ilmu Komunikasi Jurusan Marketing Communication Advertising dan tinggal di Banten. 

Istri memang tinggal lama di Solo karena sejak SMA sampai lulus kuliah tinggal di kota kelahiran Presiden Joko Widodo tersebut. 

Saya sendiri SMA di Brebes dan merantau ke Banten. Ketika bertemu dalam acara di gedung parlemen itu saya tidak berfikiran bahwa dia akan menjadi istri saya.

Bukan apa - apa karena ketika itu juga saya belum punya penghasilan atau bekerja. Jadi otomatis saya tidak berfikiran soal akan menikah dalam waktu cepat saat itu. 

Jelas tidak pede lah, lah wong masih jadi pengangguran ! Ha ha ha ha. Waktu terus berjalan dan kegiatan di komunitas mahasiswa Brebes yang kuliah di luar daerah pun berlanjut.

Bahkan acara selanjutnya saya tidak pernah hadir karena sibuk di Banten dan juga malas pulang kampung, selain ongkos tentunya yang memberatkan. Tetapi istri dan teman - teman lainnya tetap melaksanakan program komunitas tersebut.

Singkat cerita saya pada semester lima mengikuti kegiatan training jurnalistik di Radar Banten Institute, milik Jawa Pos Group). 

Selama tiga bulan saya mengikuti pelatihan dan karena dinilai tulisannya baik maka saya direkrut magang menjadi jurnalis ketika itu.

Saya masih ingat waktu itu kode saya mg, cuma tidak tahu mg berapa karena ada beberapa teman seangkatan dengan saya yang kini menjadi pejabat publik, ada yang di KPU dan Bawaslu. Buat yang tidak kode mg, artinya magang, ha ha ha ha.

Selama sekian bulan waktu saya otomatis terkuras dengan dunia baru dan tidak semangat lagi mengurusi komunitas di Brebes meskipun saya adalah salah satu pendirinya. 

Sampai akhirnya saya menjadi karyawan organik di media mainstrem miliki Jawa Pos Group ini, yaitu Radar Banten dan ditugaskan di Kabupaten Serang.

Disinilah saya mengenal dan akrab dengan Fahmi Hakim yang saat itu menjadi Ketua DPRD Kabupaten Serang, kenal Taufik Nuriman (Bupati Serang). 

Hampir tiap hari saya ketemu mereka dan yang lain karena saya ngepos di pendopo dan gedung dewan. Ditambah saya dulu Ketua Pokja Wartawan Harian Kabupaten Serang, otomatis saya paling dicari mereka.

Terakhir saya sempat akrab juga dengan Ratu Tatu Chasanah yang saat itu masih Wakil Bupati Serang. Pernah makan berdua di rumah dinasnya di depan kantor Bank BNI. Waktu itu dia mengajak saya gabung jadi Humas DPD Golkar Banten karena dia baru terpilih jadi Ketua DPD Golkar Provinsi Banten, tapi saya tidak mau. 

Kembali ke cerita soal jodoh. Waktu pun terus berjalan sampai akhirnya saya entah kenapa tiba - tiba teringat wanita yang pernah bertemu di gedung parlemen. Dan kalimat ingin menikahinya pun meluncur ke dia langsung.

Kebayang ga tuh perempuan saya tiba - tiba ditembak lansung sama saya. Tapi dia begitu yakin dan setuju. Ketika dia setuju anehnya saya jadi bingung, bukan apa - apa menikah itu butuh finansial, tapi sudahlah nekat aja. Ha ha ha ha

Tapi keyakinan istri kemudian membuat saya semangat dan sampailah saya menemui seorang yang dituakan untuk mewakili saya menyampaikan maksud saya tersebut ke orangtuanya.

Pokoknya mah waktu itu fikirannya ga karu - karuan deh. Singkat cerita akhirnya setelah difasilitasi oleh orang yang saya tuakan itu pihak keluarga saya menemui orangtua istri beberapa hari berikutnya.

Terima kasih Pa Edi dan Bu Romafi yang telah memfasilitasi saya menemukan jodoh. Dan singkat cerita akhirnya kami pun menikah di rumah istri. 

Mau tahu berapa gaji saya saat menikah? Cuma Rp 600 ribu per bulan, ha ha ha ha ha.

Unik memang jodoh. Istri tinggal di Solo, saya merantau di Banten dan bertemu di Brebes tempat kelahiran kami berdua. Alhamdulillah selama belasan tahun menikah dikarunia empat anak, 1. Hazimah Ayu Fadia (SMA), 2. Zadda Gagah Al Fasya (MTs), 3. Muhammad Gigih Al Fasya (SD) dan 4. Mafaza Galih Al Fasya (3 tahun).

Sebenarnya sih saya ingin nambah satu lagi cowo biar 4G (Gagah,Gigih,Galih dan kalau diberi satu cowo lagi mau saya kasih nama Galuh).

 

Type and hit Enter to search

Close