Breaking News

#CatatanSeorangAyah [Bagian-2] Ayah Tak Selalu Benar


#CatatanSeorangAyah
Ayah Tak Selalu Benar

Sedari awal saya menyadari bahwa saya bukan sosok Ayah ideal sebagaimana Rasulullah. Saya cuma ingin menunaikan amanah yang Allah berikan kepada saya.

Maka sejak di rahim anak - anak kami dekatkan dengan sumber inspirasi. Kita dengarkan tilawah Qur'an sejak di rahim, saya dekatkan dengan orang - orang Soleh berilmu ustadz ustadzah, kami ajak ke kajian Islam setiap Minggu dan saya akrabkam dengan buku - buku.

Selama proses tumbuh bahkan sampai sekarang saya masih belajar parenting. Bagaimana berbicara dengan anak - anak, menegur anak laki dan perempuan. Sekali lagi sampai sekarang saya masih belajar menjadi seorang Ayah seiring pertumbuhan anak - anak.

Yang pasti saya bukan Ayah yang suka melarang. Saya terapkan konsep andragogi dan sebisa mungkin menghindari kata jangan atau kata negatif lainnya.

Karena ilmu yang saya dapat ketika kita sering menggunakan kata negatif maka itu akan bepengaruh terhadap psikologis anak. Diantara efek negatifnya adalah anak kurang memiliki self confidence atau rasa percaya diri.

Dulu anak pertama saya dibantu asisten rumah tangga karena saat itu saya bekerja harus berangkat pagi, istri juga mengajar.

Tapi dalam perjalanan ada hal serius yang akhirnya kami memutuskan untuk tidak memakai lagi. Bukan soal uang tapi soal  psikologis anak.

Selain meminalisir kata negatif saya terapkan konsep pendidikan andragogi atau bahasa familiarnya pendidikan orang dewasa.

Saya ingin anak anak belajar memutuskan sendiri tentang langkah kakinya dan percaya ke mereka bisa menentukan jalannya sebagaimana ibu dan bapaknya jarang banget melarang saya.

Mulai dari memilih teman, mau sekolah dimana, mau jadi apa benar benar hasil keputusan sendiri. Risiko pasti ada tapi dari sini akan ada akselerasi belajar.

Saya cuma menanamkan  pengertian pondasi kepada mereka dan pondasi itu Agama, khususnya lagi shalat. 

Alhamdulillah anak anak sejak sekolah dasar sudah terlatih dan sejak SMP tanpa kita ingatkan mereka inisiatif sendiri ketika waktunya shalat mereka akan shalat.

Menjadi seorang Ayah juga butuh belajar. Belajar mendidik ketika masih bayi, anak anak, remaja sampai nanti mereka menikah dan memiliki keluarga sendiri kita juga masih mesti belajar menjadi mertua yang tidak menjadi masalah bagi anak anak dalam rumah tangganya.

Kenapa Shalat ?
Berangkat dari filosofi shalat, bahwa ibadah yang satu ini tiang Agama. Sebagus apapun bangunan kalau tiang rapuh apalagi roboh maka hancurlah semuanya.

Ini nanti beririsan dengan menikah, dimana dikatakan menikah adalah separuh Agama  Sementara menikah itu urusannya panjang, karena dalam perjalananya akan ada bumbu bumbu penyedap rasa yang terkadang pedas, asin, pahit, manis.

Bumbu penyedap rasa itu harus kita racik, kita olah agar menjadi sajian menu yang lezat dan bisa menikmati. Untuk bisa meramu bumbu penyedap rasa itu kita harus bisa berdiri kokoh dalam ketenangan dan akan kita dapatkan ketika menjaga dan merawat shalat kita.

Shalat yang rapi, belajar tepat waktu, berjamaah di masjid. Jadi kalau bangunan rumah tangga kita kena angin puting beliung, entah ekonomi, mertua, anak dan masalah lainnya Insya Allah bangunan akan tetap berdiri sepanjang tiangnya tidak roboh.

Lecet mungkin iya, karena saking hebatnya getaran sehingga tiang bergeser tapi sepanjang tiang kita tetap berdiri dan dirawat Insya Allah selamat.

Jaga shalat kalau sampai runtuh tiang ini maka runtuhlah semua. 

Wallahualam 
Penulis,
Karnoto | Ayah dari 4 Anak

Type and hit Enter to search

Close