Salah satu serangan yang tidak bisa dihindari dalam politik adalah black campaign.
~ Karnoto ~
~ Karnoto ~
Dalam konteks sosial politik modern, black campaign selalu menjadi perbincangan publik terutama pada momentum politik, seperti pemilihan kepala daerah, pemilihan presiden dan wakil presiden dan pemilihan legislatif bahkan pemilihan kepala desa sekalipun atau pemilihan organisasi sosial masyarakat.
Termasuk dalam bidang bisnis, black campaign antara satu produk dengan produk yang lain sering terjadi. Baik dilakukan secara terbuka ataupun melalui komunikasi pemasaran melalui iklan. Kalau Anda pernah ingat ada iklan operator selular yang membuat konten promosi yang menyerang operator lainnya.
"Jangan mau dibohongi anak kecil," itu salah satu konten iklan yang muncul dan tendensius menyerang iklan operator yang sebelumnya mengatakan bahwa produknya adalah yang paling murah dengan bintang iklan seorang anak kecil.
Dalam politik apalagi, pasti lebih sering terjadi. Bahkan terhadap Agama (Islam) sendiri mendapat black campaign dari para phobia Islam. Ada yang melakukan demarketisasi kalau Islam adalah agama kekerasan, tidak menghargai wanita dan yang pernah ramai adalah Islam sebagai agama radikal dan teroris. Sebagai seorang yang konsen dengan citra, media, komunikasi saya merasa terusik untuk mencari tahu, apakah black campaign baru ada dalam kehidupan sosial politik modern atau sudah terjadi sejak lama.
Sebagai seorang muslim saya penasaran apakah ada kisah di zaman Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya perihal black campaign? Dan setelah saya baca tiga buah buku yang mengisahkan kehidupan Nabi Muhammad SAW, mulai dari Sirrah Nabawiyah, History of the Arab (Phillip K . Hitti, penulis non muslim yang objektif) dan terakhir adalah The Great Story Muhammad, disana saya menemukan kisah bagaimana umat muslim ketika itu mendapat serangan black campaign musuh - musuhnya.
Ada yang memang langsung diladeni dengan dialektika dengan publik, ada pula yang dibiarkan seperti angin berlalu tergantung tingkat efeknya. Salah satu orang yang paling getol melakukan black campaign adalah Abu Jahal. Jika dilihat dari silsilah keturunan, laki - laki ini masih memiliki hubungan kerabat dengan Nabi Muhammad SAW.
Konten black campaign yang dilontarkan Abu Jahal kepada Nabi Muhammad SAW, diantaranya menyebutkan Muhammad tukang sihir, gila, tukang bohong. Dari sekian aksi black campaign yang dialamatkan kepada umat muslim ketika itu ada yang menarik perhatian saya dalam konteks komunikasi, karena disampaikan dalam kancah internasional.
Jika Abu Jahal melakukan black campaign lebih banyak di internal Mekkah, maka ada salah satu kisah dialektika antara umat Islam dengan perwakilan Quraisy yang juga satu geng dengan Abu Jahal dan itu disampaikan di luar Mekkah, yaitu di depan Raja Habasyah yang bernama Najasyi. Disinilah krusialnya, karena jika para sahabat nabi ketika itu tidak mampu meyakinkan Raja Habasyah maka efeknya mereka akan dikembalikan ke Mekkah dengan konsekuensi akan kembali mendapat kezaliman dari Abu Jahal CS.
Diceritakan dalam buku The Great Story Muhammad pada bagian Hijrah ke Habasyah, sejumlah sahabat mencari suaka ke Habasyah, sebuah kerajaan yang dipimpin seorang nasrani dibawah kooptasi Persia. Namun meski Nasrani, ia dikenal raja yang berlaku adil, itulah alasan mengapa Nabi Muhammad SAW memerintahkan para sahabatnya mencari suaka ke kerajaan tersebut.
Habasyah kalau kita kenal sekarang adalah Ethiopia. Perjalananya lumayan jauh karena harus melewati Laut Merah. Pada pencarian suaka pertama mereka menggunakan jalur Mekkah, Jeddah, Sawakin baru sampai ke Habasyah. Namun pada perjalanan kedua mereka menggunakan jalur Mekkah, Asy Syuaibah, Al Lits, Al Qunfadzah, Musawwa baru sampai di Habasyah.
Uniknya orang - orang yang diperintahkan mencari suaka ke Habasyah beberapa diantaranya adalah middle class muslim dikalangan para sahabat, meski ada dari kalangan grasroot. Kelas menengah yang diperintahkan diantaranya, Utsman bin Affan dan istrinya Ruqayyah binti Rasulullah Saw, Abdurrahman bin Auf, Ja'far bin Abu Thalib.
Nabi Muhammad seperti sudah mengetahui bahwa di negeri nan jauh itu harus ada perwakilan dari orang - orang terdidik, kelas menengah agar bisa melakukan komunikasi dengan baik kepada pihak kerajaan yang akan menjadi tempat suaka mereka. Singkat cerita, pencarian suaka para sahabat diketahui oleh orang - orangnya Abu Jahal yang selama ini memusuhi.
Dari sinilah mulai mereka memutar otak agar para sahabat tidak diterima dan dikembalikan lagi ke Mekkah oleh Raja Habasyah. Mereka tahu, di kerajaan Habasyah tidak bisa memakai kekerasan karena rajanya adil. Maka mereka pun mengutus diplomasi handalnya dengan harapan bisa melakukan black campaign terhadap para sahabat nabi yang sudah sampai di Habasyah.
Amru bin Al Ash dan Abdullah bin Abi Rabi'ah, dua orang ini diutus oleh Quraisy untuk melakukan demarketisasi para sahabat nabi. Dan cermati konten dua orang ini di hadapan Raja Habasyah, di dunia internasional. Pinternya Quraisy adalah memberikan hadiah terlebih dahulu kepada sang raja, dalam lobi masa kini tentu ini menjadi sesuatu yang lazim.
"Wahai tuan raja, sungguh beberapa orang yang masih bau kencur dan bodoh telah memasuki negeri tuan. Mereka meninggalkan Agama kaumnya dan tak memeluk Agamamu," ini konten pertama yang mereka sampaikan di depan Raja Habasyah.
Sekarang kita amati konten di atas dalam perspektif komunikasi politik, dimana kata dan kalimat memiliki makna, maka disana ada kepiawaian mereka dalam mengolah kata untuk memengaruhi publik. Pertama, kata orang bodoh, konten ini sengaja menjadi massage pembuka dua orang Quraisy itu agar sang raja langsung memiliki persepsi negatif kepada para sahabat dan utusan Nabi Muhammad tersebut.
Padahal, dua orang Quraisy itu mengetahui bahwa diantara para sahabat nabi tersebut adalah kalangan terdidik, kelas menengah, seperti Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf dan Ja'far bin Abu Thalib. Mereka adalah middle class muslim yang diutus ke Habasyah. Namun dua diplomat Quraisy itu ingin menghancurkan reputasi para sahabat dengan menyebut mereka dari kalangan orang - orang lapisan bawah, tidak terdidik.
Konten kedua yang disampaikan dua perwakilan Quraisy adalah "Tak Memeluk Agamamu". Mu disini maksudnya adalah Agama sang Raja Habasyah. Dalam konteks ilmu komunikasi politik, mendekatkan isu dengan audiens akan memiliki dampak emosional. Ketika kita sedang kampanye di suatu daerah lalu kita mendekatkan budaya kita dengan lokasi dimana kita kampanye akan memiliki efek emosional yang berbeda.
Misal, Ibu dan bapak saya dulu sempat tinggal di daerah ini 10 tahun dan memiliki kerabat di daerah ini. Jadi daerah ini sudah seperti tanah kelahiran saya. Konten ini jelas akan memiliki efek psikologis yang berbeda ketika kita tidak menceritakan kedekatan kita dengan budaya publik yang kita hadapi. Nah, dua perwakilan Quraisy itu pintar karena mencoba memberikan injeksi psikologis kepada sang raja dengan mengatakan para sahabat nabi tersebut tidak memeluk Agamamu (raja).
Kalimat kedua yang disampaikan mereka lainnya adalah "Kami di sini sebagai utusan kepadamu. Diantara orang yang mengutus kami, ada pemuka dari mereka (sahabat nabi) dan paman - paman mereka dan mereka meminta agar tuan mengembalikan para pendatang (sahabat nabi) itu ke Mekkah"
Coba amati lagi konten orang Quraisy ini, pertama mereka mengklaim bahwa tokoh yang para sahabat hormati dan segani yang berada di Mekkah mengutus mereka dan meminta agar raja mengembalikan para sahabat nabi ke Mekkah. Padahal faktanya, yang mengutus mereka adalah Abu Jahal dan kawan - kawan yang notebene memusuhi para sahabat nabi.
Sedangkan kerabat dan orang - orang yang mereka segani tidaklah mengutus mereka, termasuk Nabi Muhammad saw. Mereka berusaha membolak balikan fakta untuk memengaruhi Raja Habasyah. Beruntung Raja Habasyah melakukan konfrontasi dengan para sahabat nabi dan dipanggilah para sahabat nabi dalam satu forum di depan raja.
Lalu raja menyampaikan tudingan dua pewakilan Quraisy tersebut kepada para sahabat nabi. Raja meminta salah satu diantara sahabat nabi menjadi juru bicara untuk mengkontrontir tudingan utusan Quraisy tersebut. Ja'far bin Abu Thalib menjadi juru bicara di momentum diplomasi tersebut karena ia memang dikenal mampu melakukan komunikasi publik dengan baik.
Dan coba cermati konten yang disampaikan Ja'far bin Abu Thalib untuk menteralisir tudingan orang Quraisy di forum internasional.
"Wahai paduka raja, kami sebelumnya hidup dalam jahiliah (kebodohan), orang kuat diantara kami memakan yang lemah. Kami melupakan hak hak bertetangga dan memutus silaturahim, hingga datang seorang laki - laki yang kami ketahui nasabnya, akhlaknya dan sifat amanahnya," kata Ja'far.
Sekarang kita cermati konten komunikasi di atas. Pertama, "kami sebelumnya hidup dalam jahiliah"
konten ini tak lain untuk mengkounter tudingan dua perwakilan orang Quraisy bahwa para sahabat nabi adalah orang bodoh. Disini satu pointer dinetralisir oleh para sahabat dengan konten yang tepat, fokus dan mengena.
Konten kedua, "Orang kuat diantara kami memakan yang lemah," atau lebih tepatnya zalim. Konten komunikasi ini untuk membawa emosi sang raja yang terkenal adil dan tidak menyukai kedzaliman. Makanya konten ini sangat emosional bagi sang raja seperti halnya konten Agamamu yang disampaikan dua perwakilan Quraisy.
Kalimat Ja'far selanjutnya adalah, "Dia (Nabi Muhammad) mengajak kami masuk Islam, berkata dengan jujur, menunaikan amanah, menyambung silaturahim dan berbuat baik kepada tetangga. Tapi apa yang terjadi, kaum kami justru memusuhi kami, menyiksa dan menindas kami. Maka Nabi Muhammad memerintahkan kami hijrah ke kerajaan tuan raja, dimana anda dikenal raja yang adil dan tidak melakukan kezaliman kesiapapun,"
Pada konten, "Tapi apa yang terjadi, kaum kami justru memusuhi dan menzalimi kami" disinilah pointer paling menusuk dua utusan Quraisy tersebut. Sebelumnya mereka mengatakan kalau mereka diutus oleh keluarga dan sesepuh para sahabat nabi agar raja mengembalikan ke Mekkah, tapi hal itu langsung dinetralisir bahwa mereka mendapat perlakuan yang tidak adil dari kelompok mereka sendiri yang sebelumnya mengklaim sebagai utusan sesepuh sahabat nabi.
Selanjutnya pada konten "Nabi Muhamad SAw memerintahkan kami hijrah ke kerajaan tuan, dimana Anda dikenal sebagai raja yang adil dan tidak melakukan kezaliman kepada siapapun,". Ini pujian para sahabat kepada Raja Habasyah, ada efek dalam konteks komunikasi, pujian ini sebagai ganti hadiah karena dua orang Quraisy memberikan hadiah dalam bentuk fisik, tetapi para sahabat memberikan hadiah pujian yang justru memiliki efek psikologis lebih ketimbang hadiah materi, mengingat Habasyah tidak kekurangan materi.
Kisah di atas menjadi penting dalam konteks komunikasi publik, public speaking, public relation dan bagaimana cara memengaruhi persepsi publik dan meyakinkan publik. Sepintas mudah, tapi pada praktiknya kemampuan ini membutuhkan orang - orang yang pandai dalam merangkai konten komunikasi, membuat artikulasi kata dan kalimat agar memiliki makna dalam sehingga mampu meyakinkan. Tak hanya itu, dibutuhkan juga performance yang meyakinkan saat menyampaikan komunikasi tersebut. Dan Ja'far bin Abu Thalib sukses sebagai seorang public relation, diplomat muslim.
Sebuah skill yang tidak semua orang memiliki. Dalam ilmu sosial politik modern, kemampuan komunikasi menjadi hal yang sangat penting. Karena mereka akan menjadi sorotan publik dan memengaruhi persepsi publik yang ujungnya adalah meyakinkan publik.
#CatatanKarnoto
Founder BantenPerspektif
Eks.Jurnalis Radar Banten dan Majalah Warta Ekonomi Jakarta
Pernah Studi Ilmu Marketing Communication Advertising di Univ.Mercu Buana Jakarta.
Juara 3 Lomba Menulis Nasional "Wiranto Mendengar" Tahun 2009
Social Footer